Loading

Rabu, 12 September 2012

Tradisi Syawalan Rawa Jombor, Warga Berebut Gunungan Ketupat

puncak syawalan Klaten
KLATEN, Independent News Online ; Perayaan syawalan di Rowo Jombor Desa Krakitan Kecamatan Bayat Klaten, ditandai dengan kirab gunungan ketupat. Puluhan gunungan ketupat diarak dari alun-alun Klaten menuju bukit Sidhoguro untuk diperebutkan warga. Dalam dibanding tahun lalu, jumlah gunungannya ditargetkan meningkat. Sebab tidak hanya setiap kecamatan yang menyumbang, namun dari berbagai unsur/lembaga baik pemerintah maupun swasta.

Bisa dipastikan, seperti puncak acara Syawalan tahun sebelumnya (2011), dari pagi ribuan warga Desa Krakitan dan sekitarnya sudah tampak memadati Bukit Sidhogura guna ‘ngalap berkah’ dengan berebutan ketupat. Warga sudah memadati sekeliling lapangan mesti acara belum dimulai. Kondisi ini membuat panitia setempat harus berbuat ekstra untuk mengantisipasi warga yang seakan sudah tidak sabar untuk segera berebut ketupat.

Sementara banyak warga yang memang berniat mendapatkan ketupat agar bisa memperoleh berkah, ada beberapa oknum yang melakukan tindakan tidak terpuji. Usai mereka mendapatkan ketupat, langsung dilemparkan dan banyak yang terinjak-injak sehingga menjadikan ketupat yang notabene isinya dari beras tersebut menjadi ‘mubazir’ atau sia-sia.

Ketua panitia kegiatan Drs. Siswanto, MM di sela-sela kegiatan kepada wartawan mengatakan, kegiatan ini sudah dilaksanakan secara turun temurun sejak puluhan tahun lalu. Bahkan jauh sebelum Rawo Jombor ada. Kalau tahun-tahun sebelumnya dilaksanakan tiap seminggu setelah lebaran, kali ini hari keenam. Namun mengenai majunya waktu pelaksanaan ini tidak terlalu dipermasalahkan.

"Tahun lalu ada 30-an gunungan ketupat. Kali ini mestinya lebih meningkat, karena tiapkecamatan yang biasa mengirimkan satu buah gunungan, dan dari unsur lain seperti perusahaan daerah, swasta dan yang lainnya," kata Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Disbudparpora) Klaten, Drs. Sugeng Haryanto.

Sementara itu Kepala Desa Krakitan Drs. Sunudi mengungkapkan, awal mula diselenggarakan acara ini ketika disana tinggal seorang pemuka agama bernama Sayid Habib yang masih memiliki darah dari Kasunanan Surakarta. Ketika menyenggarakan syawalan, dia sengaja menyediakan ketupat yang dia bagikan pada masyarakat sekitar sebagai bentuk sedekah. Dipilihnya ketupat karena berasal dari kata 'Ngaku Lepat' (mengaku bersalah).

"Setelah itu, tiap bulan syawal masyarakat di sini selalu mengadakan kegiatan ini. Selain sebagai wujud syukur, juga bertujuan untuk meneruskan budaya dari leluhur. Masyarakat yakin, bagi siapa saja yang bisa mendapatkan ketupat tersebut akan mendapat berkah. Sehingga tidak sedikit warga yang lalu mengkramatkan ketupat tersebut," ungkapnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More